BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Indonesia
adalah sebuah negara. Suatu negara terdiri dari wilayah dan penduduk yang
menempati wilayah tersebut, yang mempunyai suatu sistem pemerintahan. Sebuah
negara memerlukan dana yang digunakan untuk memenuhi keperluan sehari-hari,
seperti; membayar listrik, air, rekening telepon dan lain sebagainya. Hanya
saja pengeluaran sebuah negara digunakan untuk membayar pegawai-pegawai negara
agar jalannya sebuah pemerintahan menjadi lancar, untuk membangun
sarana-prasarana seperti jalan, jembatan, telekomunikasi agar antara wilayah
satu dengan yang lain saling terhubung.
1.2 Tujuan
Untuk
itu, diperlukan suatu anggaran yang digunakan untuk mengatur penerimaan dan
pengeluaran. Di Indonesia, anggaran ini disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Pada APBN, sumber penerimaan keuangan negara dari sektor pajak
merupakan jumlah terbesar dari seluruh penerimaan negara.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun
2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Tidak
bisa di pungkiri tanpa adanya pajak, kemajuan suatu negara bisa terjadi.Pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk
pembangunan. Semua orang tahu bahwa pada dasarnya mereka akan maju dengan penerapan
sitem pajak yang benar.
Pajak
dibayar kepada negara dan akan di kembalikan lagi dalam bentuk fasilitas untuk
menunjang kehidupan seperti infrastruktur, kesehatan, dan berbagai hal guna
kelangsungan hidup masyarakat. tujuan diberlakukannya reformasi pajak adalah
untuk lebih menegakkan kemandirian rakyat Indonesia dalam membiayai pembangunan
nasional dengan jalan lebih mengarahkan lagi segenap kemampuan sendiri. Dengan
adanya reformasi pajak, pemerintah memberikan kepercayaan dan tanggung jawab
sepenuhnya pada wajib pajak dengan menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Berdasarkan
wewenang pemungut, pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah.
Pajak pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya pada pemerintah pusat yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jendral
Pajak. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk dalam APBN.
Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada
Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh (DIPENDA).
1.3 Perumusan
Masalah
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa Wajib Pajak (WP) tidak mau membayar pajak dan hanya
menyalahkan pemerintah. Wajib Pajak (WP) tidak mau dituduh demikian karena
berdalih telah membayar pajak yang nyatanya nihil. Sedangkan pemerintah
menerima pajak tetapi menyalahgunakannya. Sama seperti Wajib Pajak (WP) tadi,
pemerintah juga tidak mau di tuduh korupsi karena berdalih pajak sudah
dikembalikan ke masyarakat.
Berdasarkan
gambaran pada latar belakang tersebut, penulis ingin meneliti tentang pemahaman
Wajib Pajak (WP).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pajak
Dari
segi ekonomi, Pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat
(perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan
mempengaruhi daya beli atau kemampuan belanja dari sektor privat. Agar tidak
terjadi gangguan yang serius terhadap jalannya perusahaan, maka pemenuhan
kewajiban pajak harus dikelola dengan baik.
Pajak
dari perspektif ekonomi dipahami
sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini
memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.
Pertama,
berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan
penguasaan barang dan jasa.
Kedua,
bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang
merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari
perspektif hukum menurut
merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang
menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk
menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai
kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan.
Dari
pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan
undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun
wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Terdapat bermacam-macam batasan atau
definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya
adalah :
1.
Pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
2.
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.Definisi
tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.
3.
Pajak adalah
suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional,
agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Berpajak yang selama ini kita pahami
sebagai tindakan sekuler untuk lembaga sekuler bernama negara ternyata bisa
kita Islam-kan dengan cara yang begitu sedrhana. Bayarlah pajak dengan niat
zakat untuk menegakan keadilan bagi semuanya.”Inilah tujuan sejak awal
berdirinya negara kita indonesia,juga semua negara di dunia.sangat mencerahkan”(1)
(1)Drs.Lukman H.
Saifudin,M.A, Farid, Masdar 2005.Pajak
itu zakat.Bandung:Mizan,hal 2
2.2 Unsur pajak
Dari
berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis
(pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau
pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat
ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak
antara lain sebagai berikut:
a)
Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga
UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang."
b)
Tidak
mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan
secara langsung.
Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan
yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan
bermotor.
c)
Pemungutan pajak diperuntukkan
bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
d)
Pemungutan
pajak dapat dipaksakan.
Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan
dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
e)
Selain fungsi budgeter (anggaran)
yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur / regulatif).
Dengan
meningkatnya kedalaman informasi dan semakin populernya teknologi internet,
keamanan jaringan telah menjadi bagian penting dari memengaruhi kinerja jaringan.
sistem pajak saat ini telah menjadi informasi dalam salah satu isu penting yang
harus dipertimbangkan.
2.3 Jenis Pajak
Di
tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi
menjadi dua jenis yaitu:
Sering
disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang
terdiri dari:
Diatur dalam UU
No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU
Nomor 36 Tahun 2008
Diatur dalam UU
No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
Diatur dalam UU
No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang diubah terakhir kali
dengan UU No. 12 Tahun 1994
Diatur dalam UU
No. 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang diubah
oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2000
5.
Bea Materai
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
2.
Pajak radio
Beberapa faktor yang memotivasi Wajib
Pajak (WP) untuk melakukan penghematan pajak dengan ilegal,antara lain :
a.
Jumlah
pajak yang harus di bayar.Besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib
Pajak. Semakin besar pajak yang harus dibayar, semakin besar pula kecenderungan
Wajib Pajak unutuk melakukan pelanggaran.
b.
Biaya untuk menyuap Fiskus.
Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus, semakin besar kecenderungan Wajib
Pajak untuk melakukan pelanggaran.
c.
Kemungkinan untuk ketahuan.
Semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran terdeteksi, semakin besar
kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.
d.
Besar sanksi.Semakin ringan
sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran, semakin besar kecenderungan Wajib
Pajak untuk melakukan pelanggaran.
2.4 Manajemen Pajak
Upaya dalam melakukan penghematan
pajak secara legal dapat dilakukan melalui menejemen pajak. Tujuan manejemen
pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu :
·
Menerapkan peraturan pajak secara
benar
·
Usaha efisiensi untuk mencapai
laba dan likuiditas yang seharusnya
Tujuan
manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang
terdiri atas :
§ Perencanaan
Pajak
§ Pelaksanaan
kewajiban perpajakan
§ Pengendalian
pajak
Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan-peraturan perpajakan, dengan maksud dapat menyeleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan-peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan dari pembuat undang-undang.
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan-peraturan perpajakan, dengan maksud dapat menyeleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan-peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan dari pembuat undang-undang.
Maka
tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakekat ekonomis
kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak, karena
pajak merupakan beban pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada
pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali.
Tax avoidance adalah rekayasa yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan. Tax avoidance dapat terjadi didalam bunyi ketentuan atau tertulis dalam undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang atau dapt juga terdapat dalam bunyi ketentuan undang-undang.
Aspek Formal dan Administratif Perencanaan Pajak
Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang perpajakan. Oleh karena itu ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administrative maupun sanksi pidana. Sanksi administrative maupun pidana merupakan pembrorosan sumber daya sehingga perlu dieliminasi melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan hukum pajak, aspek formal administrasi maupun aspek materiel perlu dimengerti dan dipahami untuk dapat mengeliminir sanksi administrasi maupun sanksi pidana.S
Pungutan pajak oleh DitJen Pajak adalah UU KUP, UU PPh, UU PPN/PPnBM, PBB, Bea materai, dan Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dimana UU pajak tersebut diatur lebih lanjut dalam PP, KepPres, KMK, SK, serta SE DitJen Pajak.
Aspek administrasi dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP/NPPKP. Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan, membayar pajak, menyampaikan SPT, disamping memotong atau memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir pada saat pelunasan pajak oleh WP.
Dalam sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dan payment. Assessment yang berlaku saat ini adalah self assessment dengan kewajiban menghitung sendiri, membayar sendiri, dan melaporkan sendiri. Sedangkan sistem pembayaran yang berlaku dapat dilakukan sendiri oleh WP maupun melalui pemotongan oleh pihak ketiga (withholding system).
Pembayaran pajak sebagai transfer sumber daya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka pembayaran pajak harus direncanakan secara baik supaya jangan sampai terjadi pemborosan. Penyediaan dana harus direncanakan dengan baik supaya pembayaran pajak dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Disamping pembayaran pajak masih ada kewajiban pelaporan yang juga harus direncanakan supaya dapat selesai dan dilaporkan tepat pada waktunya.
Aspek Materiel dalam Perencanaan Pajak
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak, maka dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, maka manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih karena dapat mengurangi optimalisasi sumber daya dan tidak kurang supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana. Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
Penghindaran Sanksi Pajak
Pembayaran sanksi perpajakan yang tidak seharusnya terjadi merupakan pemborosan sumber daya perusahaan. Penghindaran terhadap pemborosan tersebut merupakan optimalisasi alokasi sumber daya perusahaan kea rah yang lebih produktif dan efisien sehinggaa meminimalisasi pemborosan tersebut dan dapat memkasimalkan kinerja dengan benar, selain harus kerja dnegan keras dan cermat.
Sanksi administrasi tersebut dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa pidana penjara maupun denda financial.
Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi kalau ternyata motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan perpajakan, administrasi perpajakan (fieus) dapat menganggap bahwa WP kurang patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (tax planning) :
a. Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat WP merupakan resiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
b. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Maka perencanaan pajak yang tidak masuk akan akan memperlemah perencanaan itu sendiri.
c. Bukti-bukti pendukungnya yang memadai
Tax avoidance adalah rekayasa yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan. Tax avoidance dapat terjadi didalam bunyi ketentuan atau tertulis dalam undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang atau dapt juga terdapat dalam bunyi ketentuan undang-undang.
Aspek Formal dan Administratif Perencanaan Pajak
Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang perpajakan. Oleh karena itu ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administrative maupun sanksi pidana. Sanksi administrative maupun pidana merupakan pembrorosan sumber daya sehingga perlu dieliminasi melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan hukum pajak, aspek formal administrasi maupun aspek materiel perlu dimengerti dan dipahami untuk dapat mengeliminir sanksi administrasi maupun sanksi pidana.S
Pungutan pajak oleh DitJen Pajak adalah UU KUP, UU PPh, UU PPN/PPnBM, PBB, Bea materai, dan Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dimana UU pajak tersebut diatur lebih lanjut dalam PP, KepPres, KMK, SK, serta SE DitJen Pajak.
Aspek administrasi dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP/NPPKP. Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan, membayar pajak, menyampaikan SPT, disamping memotong atau memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir pada saat pelunasan pajak oleh WP.
Dalam sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dan payment. Assessment yang berlaku saat ini adalah self assessment dengan kewajiban menghitung sendiri, membayar sendiri, dan melaporkan sendiri. Sedangkan sistem pembayaran yang berlaku dapat dilakukan sendiri oleh WP maupun melalui pemotongan oleh pihak ketiga (withholding system).
Pembayaran pajak sebagai transfer sumber daya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka pembayaran pajak harus direncanakan secara baik supaya jangan sampai terjadi pemborosan. Penyediaan dana harus direncanakan dengan baik supaya pembayaran pajak dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Disamping pembayaran pajak masih ada kewajiban pelaporan yang juga harus direncanakan supaya dapat selesai dan dilaporkan tepat pada waktunya.
Aspek Materiel dalam Perencanaan Pajak
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak, maka dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, maka manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih karena dapat mengurangi optimalisasi sumber daya dan tidak kurang supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana. Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
Penghindaran Sanksi Pajak
Pembayaran sanksi perpajakan yang tidak seharusnya terjadi merupakan pemborosan sumber daya perusahaan. Penghindaran terhadap pemborosan tersebut merupakan optimalisasi alokasi sumber daya perusahaan kea rah yang lebih produktif dan efisien sehinggaa meminimalisasi pemborosan tersebut dan dapat memkasimalkan kinerja dengan benar, selain harus kerja dnegan keras dan cermat.
Sanksi administrasi tersebut dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa pidana penjara maupun denda financial.
Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi kalau ternyata motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan perpajakan, administrasi perpajakan (fieus) dapat menganggap bahwa WP kurang patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (tax planning) :
a. Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat WP merupakan resiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
b. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Maka perencanaan pajak yang tidak masuk akan akan memperlemah perencanaan itu sendiri.
c. Bukti-bukti pendukungnya yang memadai
Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan
Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun materiel. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakannya telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.. Dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku maka praktek tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.
Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan yaitu :
a. Memahami ketentuan dan peraturan perpajakan
Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti UU, PP, Keppres, KMK, SK, dan SE Ditjen Pajak, kita dapat mengetahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak
b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat
Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam menyajikan informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk LK dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak. (UU KUP pasal 28)
Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun materiel. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakannya telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.. Dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku maka praktek tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.
Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan yaitu :
a. Memahami ketentuan dan peraturan perpajakan
Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti UU, PP, Keppres, KMK, SK, dan SE Ditjen Pajak, kita dapat mengetahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak
b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat
Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam menyajikan informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk LK dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak. (UU KUP pasal 28)
Pengendalian Pajak (tax control)
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun materil. Dalam pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan pembayaran pajak. Oleh sebab itu pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya pembayaran pajak dilakukan saat akhir tentu lebih menguntungkan dibandingkan membayar lebih awal.
Motivasi dilakukannya tax planning bersumber dari tiga unsur perpajakan :
1. Tax policy
Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijaksanaan pajak ada faktor-faktor yang mendorong dilakukannya perencanaan pajak yaitu :
a. Pajak yang akan dipungut
Ada berbagai tipe pajak yang harus menjadi pertimbangan utama baik berupa pajak langsung maupun pajak tidak langsung serta cukai seperti :
o PPh Badan dan OP
o Pajak atas Capital Gain
o Withholding tax, gaji, upah, sewa, bunga, dan royalty
o Pajak atas ekspor, impor dan bea masuk
o Pajak atas undian/hadiah
o Bea Materai
Adanya berbagai kewajiban jenis pajak yang harus dibayar dimana masing-masing jenis pajak tersebut mempunyai sifat perlakuan sendiri-sendiri misalnya Bea Masuk akan dianggap sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari PKP atau bisa dimintakan restitusi apabila kita melakukan ekspor barang. Sedangkan PPh adalah pajak atas laba atau penghasilan yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih setelah pajak. Maka agar tidak menganggu atau tidak menderaskan cashflow perusahaan, perlu adanya perencanaan pajak yang baik agar bisa menganalisis atas transaksi apa, terkena pajak apa, dan perlu dana berapa sehingga diketahui berapa penghasilan bersih setelah pajak.
b. Siapa yang akan dijadikan subyek pajak
Indonesia mengadakan pemisahan antara Badan Usaha dengan pribadi pemiliknya (pemegang saham), yang akan menimbulkan pajak ganda. Adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran dividen kepada pemegang saham dari Badan Usaha dimana pemegang saham adalah orang pribadi atau perorangan dan pemegang saham adalah berbentuk Badan Usaha (PT), maka disini menimbulkan usaha untuk perencanaan pajak dengan baik agar beban pajaknya rendah dan meringankan arus kas (cashflow) perusahaan sehingga bisa dimanfaatkan untuk tujuan lain. Disamping itu adanya pertimbangan untuk menunda pembayaran deviden dengan cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan, yang bagi perusahaan juga akan menimbulkan penundaan pajak.
c. Apa saja yang merupakan objek pajak
Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas obyek pajak yang secara ekonomis hakekatnya sama akan menimbulkan usaha perencanaan pajak, agar beban pajak rendah. Jadi karena objek pajak merupakan basis perhitungan (tax bases) besarnya pajak, maka dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.
d. Berapa besarnya tarif pajak
Adanya penerapan tarif yang diterapkan di Indonesia mengakibatkan seseorang perencana pajak akan berusaha sedapat mungkin dikenakan tarif yang palin rendah.
e. Bagaimana prosedurnya
Adanya self assessment system dan payment system mengharuskan seorang perencana pajak untuk melakukan tax planning dengan baik. Saat ini sistem pemungutan (withholding) di Indonesia makin ditingkatkan penerapannya. Hal ini disamping mengganggu cash flow perusahaan juga bisa berakibat terjadinya kelebihan pembayaran pajak atas pemungutan pendahuluan tersebut, dimana untuk memperoleh restitusinya memerlukan waktu dan biaya.
2.
Tax Law
Kita menyadari bahwa kenyataannya dimanapun tidak ada undang-undang yang mengatur secara permasalahan dengan sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan yang lain (PP, Keppres, KMK, dan SE DJP), serta tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapai. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah (loophole) bagi WP untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk digunakan perencanaan pajak yang baik.
3. Tax Administration
Indonesia merupakan negara yang begitu luas wilayahnya dan begitu banyak penduduknya dan sebagai negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan perpajakan dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara fiskus dengan WP, akibat dari begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif.
Secara umum motivasi dilaksanakannya tax planning adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak, Karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam penga,bilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan perpajakan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas obyek pajak yang secara ekonomis hakekatnya sama.
Kita menyadari bahwa kenyataannya dimanapun tidak ada undang-undang yang mengatur secara permasalahan dengan sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan yang lain (PP, Keppres, KMK, dan SE DJP), serta tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapai. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah (loophole) bagi WP untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk digunakan perencanaan pajak yang baik.
3. Tax Administration
Indonesia merupakan negara yang begitu luas wilayahnya dan begitu banyak penduduknya dan sebagai negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan perpajakan dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara fiskus dengan WP, akibat dari begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif.
Secara umum motivasi dilaksanakannya tax planning adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak, Karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam penga,bilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan perpajakan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas obyek pajak yang secara ekonomis hakekatnya sama.
2.5 Peranan
Akuntansi Dalam Perpajakan
Khusus
dalam SK. Menteri Keuangan No. 108/1979 dimuat ketentuan yang memberikan
fasilitas berupa keringanan tarif pajak perseroan (sekarang pajak penghasilan)
bagi para pengusaha yang laporan keuangan mereka diaudit oleh akuntansi publik
dengan pernyataan: wajar tanpa kualifikasi (unqualified ipiniun).
Pada
saat berlakunya ketentuan ini akuntansi mempunyai peranan yang sangat penting
terhadap perpajakan. Karena akuntan publik sebagai seorang ahli akuntansi dapat
mempergunakan sepenuhnya konsep/ prinsip/ metode akuntansi yang umum
dipergunakan.
Dengan
berlakunya Undang-undang Perpajakan tahun 1984, maka SK Menteri keuangan No.
108/1979 dinyatakan tidak berlaku lagi. Prinsip Akuntansi Indonesia sebagai
organisasi profesi tidak sepenuhnya diakui oleh pajak.Sekalipun demikian
akuntansi masih mempunyai peranan dalam perpajakan untuk menentukan objek
pajak, karena Undang-undang Perpajakan tahun 1984 mewajibkan kepada orang atau
badan yang melakukan kegiatan usaha atau melakukan bebas di Indonesia untuk
menyelenggarakan pembukuan.
Pembukuan
adalah pencatatan baik obyek pajak penghaasilan maupun elemen-elemen yang boleh
dikurangkan pada penghasilan dengan cara tertentu yang diakui oleh prinsip
akuntansi atau cara akuntansi yang bisa diterima oleh perpajakan. Pada dasarnya
semua subyek pajak yang memperoleh penghasilanbaik dari usaha bebas maupun
perusahaan harus melakukan pembukuan dengan baik dengan dasar konsisten dengan
tahun sebelumnya.
Jasa
akuntansi publik melakukan pemeriksaan akuntansi pada wajib pajak sangat
membantu perpajakan dalam meyakinkan wajaran laba sebagai proyek pajak,
maksudnya jika pihak pajak merasa perlu juga untuk mengadakan pemeriksaan
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, mungkin pihak pajak
dalam melakukan pemeriksaan hanya mengadakan penyesuaian dengan Undang-undang
pajak saja.
2.6 Saatnya
menilai kepatuhan diri
Ketika seorang anggota masyarakat berjalan di atas trotoar,tidak terbayangkan olehnya bahwa sarana tempat ia berjalan di bangun dengan dana masyarakat.Begitu juga ketika seorang pedagang meraup untung besar manakala dagangannya lebih cepat sampai ke pasar melalui jalan mulus yang di biayayi dari dana masyarakat. Dana itu pajak namanya, adalah dana yang kita setor kepada pemerintah sebagai bentuk “terimakasih” karena kita menikmanati fasilitas umum seperti jalan, trotoar, jembatan, dan tek terhitung lagi fasilitas fasilitas lainnya.
Ketika seorang anggota masyarakat berjalan di atas trotoar,tidak terbayangkan olehnya bahwa sarana tempat ia berjalan di bangun dengan dana masyarakat.Begitu juga ketika seorang pedagang meraup untung besar manakala dagangannya lebih cepat sampai ke pasar melalui jalan mulus yang di biayayi dari dana masyarakat. Dana itu pajak namanya, adalah dana yang kita setor kepada pemerintah sebagai bentuk “terimakasih” karena kita menikmanati fasilitas umum seperti jalan, trotoar, jembatan, dan tek terhitung lagi fasilitas fasilitas lainnya.
Tarif pajak bukan satu-satunya
istilah yang di terapkan di republik ini. Jauh sebelum peradaban manusia
sekarang,Mesin di jaman Firaun telah menjalankannya. Begitu juga Yunani,Romawi
di bawah Julius Caesar,Inggris,dan masa-masa awal Amerika Serikat. Salah satu
peraturan yang cukup terkenal di inggris adalah The King’s Writ yang menyatakan
bahwa individu harus dikenakan pajak sesuai dengan statusnya termasuk pengenaan
pajak progresif. Jadi masyarakatnya mau dan harus taat pajak.
Di Indonesia jaman kolonial, Belanda
mengeluarkan peraturan pada 9 oktober 1619 sampa 1900 yang di wajibkan tiap
orang cina berumur 16 sampai 60 tahun wajib membayar pajak.
Kalau setiap orang taat,apakah
petugas pajak harus taat juga? Justru petugas yang kini semakin diperketat. Selain
pengawasan di dalam, ada komite Pengawas Perpajakan, ada Peraturan Menteri
Keuangan yang mengontrol kekayaan aparat, mengontrol kode etik dan perilaku
petugas. Nyaris tidak ada celah untuk berbuat aneh. Jika kita sepakat untuk
mengatakan inilah saat yang tepat untuk patuh,baik wajib pajak maupun aparat
pajak.
Dalam ketentuan Undang-Undang
perpajakan,setiap orang yang sudah mempunyai penghasilan dengan jumlah
penghasilan tidak kena pajak diwajibkan memiliki NPWP dan menyampaikan SPT
pajak setiap tahunnya(4)Menteri Keuangan RI, Agus DW Martowardojo
Kita tahu bahwa pajak adalah iuran
yang diberikan rakyat kepada negara, Sifatnya bisa dipaksakan dengan tidak
mendapat balas jasa secra langsung. Namun sepanjang pajak danggap semata-mata
beban,semua orang akan berusaha meringankan bebannya. Salah satu caranya adalah
dengan menunda pembayaran pajak hingga batas akhir penyetoran pajak.
“Sekali lagi yang perlu di benahi
adalah pajak bukanlah beban tapi kewajiban warganegara,”(2)
Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan
Nomor 54/PMK.09/2008 tentang komite pengawas perpajakan dijelaskan bahwa Komite
Pengawas Perpajakan adalah komite non struktural yang bertugas membantu Menteri
Keuangan dan berdifat mandiri dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
tugas instansi perpajakan meliputi semua kegiatan pengamatan,pengumpulan
informasi,dan penerimaan pengaduan masyarakat
Komite pengawasa Perpajakan juga
melakukan pengkajian dan memberikan saran dan masukan yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas Instansi Perpajakan.
Dalam
melaksanakan tugas pengawasan,Komite Pengawas Perpajakan berwenang menampung
masukan dan pengaduan masyarakat atau pihak lain tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan tugas instansi Perpajakan serta menetapkan prioritas yang
memerlukan proses lebih lanjut,yaitu :
a.
meminta informasi secara tertulis
kepada pihak-pihak terkait selain instansi perpjakan dalam rangka klarifikasi
mengenai masukan dan pengaduan masyarakat Meminta keterangan kepada petugas
petugas Instansi Perpajakan sehubungan dengan masukan dan pengaduan masyarakat
atau pihak lain dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
b.
Memberi rekomendasi dan saran
kepada Menteri Keuangan
(2) Anshari
Ritonga,Media keuangan volume VI
No.43/maret 2011.Jakarta:Sekretariat hal 10
c.
Memiliki wewenang meminta
keterangan kepada pihak terkait tentang prosedur,sistem, dan kebijakan di
bidang perpajakan, mengkaji masukan dari pihak lain mengenai prosuder,sistem
dan kebijakan di bidang perpajakan,
d.
Menghimpun masukan dari mayarakat
atau pihak lain dan mengkaji ketentuan dan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan perpajakan
e.
Memberi rekomendasi atau saran
untuk perbaikan dan penyempurnaan terhadap prosuder,sistem dan kebijakan di
bidang perpajakan
Sementara
itu,dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya Komite Pengawas Perpajakan telah
menyusun peta titik rawan di lingkungan Direktorat Jendral Pajak yaitu :
·
Pemeriksaan
·
Keberatan
·
Banding
·
Bukti Permulaan
·
Penuntutan
·
Persidangan
·
Wajib Pajak
·
Oknum Pejabat
·
Oknum Pengadilan
·
Rekayasa Akuntansi
·
Fasilitas Perpajakan
·
Peradilan
·
Integritas
·
Sistem Informasi Teknologi
2.7 Para Wajib
Pajak (WP) di Bali
Berdasarkan Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali tercatat sebanyak 3.891.428 jiwa tahun 2010.Sementara itu,Wajib
Pajak (WP) yang terdaftar tahun 2010 sebanyak 465.694 WP. Bali memiliki potensi
untuk meningkatkan jumlah WP ke depan.”kalau dilihat dari jumlah wajib pajak
yang terdaftar, tingkat kepatuhan sebesar 56,44% itu sudah bagus”Dengan
demikian,dapat terlihat bahwa rasio kepatuhan Wajib Pajak untuk melaporkan SPT
PPh-nya semakin meningkat.Ini menunjukan bahwa kesadaran masyrakat untuk melaporkan
SPT-Pphnya semakin membaik”(3)
Target penerimaan pajak daerah
ditentukan oleh penerimaan pusat. Dalam realisasinya,ada kalanya target tersebut
dapat terpenuhi atau kurang terpenuhi.Januari 2011,penerimaan pajak hanya
mencapai 86,57% dan 89,79% dari total 100% target pemerintah pusat.
Belajar dari kurang terpenuhinya
target tersebut, Kanwil DJP Bali berusaha memperbaiki presentase pencapaian
target tersebut.Terbukti pada tahun 2008,pemerintah pusat menargetkan
penerimaan pajak Rp2,6 Triliun dan realisasinya mencapai 2,7 Triliun .Dalam hal
ini,presentase pencapaian target penerimaan pajak provinsi Bali sebesar 106,2%.
Bagi yang berpenghasilan
lebih,tolong sishkan untuk mebayar pajak negara.Para pengusaha agar jujur
terhadap penghasilnnya sehibgga dapat melaporkan SPT dan membayar pajak sesuai
dengan penghasilannya dapat tanpa merugikan pengusaha lain,karena kelangsungan
negara ini adalah tanggung jawab kita bersama.
(3)Zulfikar,Thahar,Media keuangan volume VI No.43/maret
2011.Jakarta:Sekretariat hal 16
2.8 Respon dari Para WP Tekait Pelayanan Pajak Saat Ini ??
a)
Menurut kang darma salah satu WP
penguasaha Golf. Saat ini pendekatan yang dilakukan Kantor Pajak pada
masyarakat dirasa lebih baik.”Kantor pajak sudah berada sejak dua tahun
terakhir.Hampir semuanya bagus sekali,apalagi sekarang ada Account
Representative,Kami betul-betul dibimbing. Namun kendala yang masih dirasakan
mengenai kepastian hukum terkait kesulitan izin untuk mendirikan hotel.
b)
Lain hal nya dengan I Gusti
Ngurah Anom. Dengan adanya PKP ini,pengusaha memiliki kewajiban memungut Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sebesar10% pada setiap barang yang di jual. Tentunya
akan ada ketimpangan harga sebesar 10% dengan pengusaha lain yang belum terkena
PKP sementara persaingan dagang berat. Dengan demikian sebaiknya pengusaha agar
sadar akan PKP dan membantu pajak. “karena dana pajak akan kembali ke rakyat”.
c)
I Gusti Ketut Purnaya, Direktur
Operasioanal PT.Bali Tourism Development Corporation. Pendekatan dalam
pelayanan pajak semakin mebaik tiap tahunnya. Dapat dilihat dari jumlah Drop
Box yang semakin banyak, sehingga Wajib Pajak (WP) yang ingin menyampaikan
Surat pemberitahuan (SPT) Tahunan tidak perlu kesulitan antri dikantor
pajak.”Bagi yang berpenghasilan lebih di harapkan kesadarannya membayar pajak
karena pembangunan negara bersumber dari pajak”.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Jadi yang harus kita ketahui pajak bukanlah
beban tapi kewajiban warganegara. berdasarkan hasil pembahasan atas pengaduan
masyrakat,informasi dan pengamatan dengan berbagai pihak baik di lingkungan
Kementerian Keuangan maupun pihak-pihak di luar Kementerian keuangan, maka
dapat ditarik simpulan terhadap masalah-masalah berkenaan dengan pengelolaan
perpajakan yang masih perlu dilakukan pembahasan lebih mendalam
Masalah-masalah tersebut meliputi
kasus pelanggaran di bidang perpajakan telah berlangsung lama seperti :
Ø tekanan
pihak insternal yang terkait dengan wajib pajak besar yang tidak patuh
Ø adanya
kelemahan sistem dan teknologi informasi
Ø check
dan balance belum berfungsi
Ø eksaminasi
belum optimal
Ø integritas
aparat perpajakan
Ø sinergi
dengan instansi lain, instansi pemerintah tidak terganggu
Ø tetap
tegas menindak yang bersalah
Ø pengaturan
protokol rahasia wajib pajak
Masalah
perpajakan yang paling mendasar penyebabnya adalah mutu pemeriksaan yang perlu
ditingkatkan, baik karena kemampuan pemeriksa yang kurang profesional, atau
karena integritas petugas yang kurang dapat di andalkan, perubahan peraturan
perundangan (yang relatif sering terjadi) tidak memberikan masa transisi yang
cukup, baik karena kurangnya sosialisasinya atau pembuatan peraturan
pelaksanannya yang terlambat.
3.2 Saran
Berbagai
langkah dan tindakan nyata telah dan terus dilakukan demi meningkatkan
integritas seluruh jajaran Ditjen Pajak. Ditjen pajak secara terus menerus
berupaya memperbaiki Sistem Administrasi Perpajakan gua memberikan pelayanan
sebaik-baiknya kepada masyarakat.
“Tugas
dan kewajiban memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat selalu menjadi
komitmen kami terus dilaksanakannya dengan prima”
Diperlukan
ketegaran dan sikap bijak kepada para WP diantaranya dengan melakukan
sosialisasi pembayaran pajak hingga sosialisasi penyampaian Surat Pemberitahuan
Pajak (SPT) Tahunan dalam setiap kegiatan yang ada di wilayah masing-masing.
Jadi
Kelangsungan Negara sudah merupakan tanggung jawab kita bersama, apabila para
Wajib Pajak (WP) peduli maka Pemerintah lebih perduli.Bila ingin hidup tenang
aman dan tentram,Bayarlah pajak secara jujur dan benar.